Kerajaan Kutai (Kutai
Martadipura) adalah kerajaan bercorak hindu yang terletak di muara Kaman,
Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai berdiri
sekitar abad ke-4. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat
penemuan prasasti, yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap
prasasti yang ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut.
Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai
seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya Kerajaan Kutai
hampir manguasai sebagian wilayah Kalimantan.
a. Sumber Sejarah
Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.
b. Kehidupan Politik
Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
- Raja Kudungga
Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
- Raja Aswawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.
-Raja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.
c. Runtuhnya Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.
a. Sumber Sejarah
Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.
b. Kehidupan Politik
Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
- Raja Kudungga
Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
- Raja Aswawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.
-Raja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.
c. Runtuhnya Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.
Kerajaan Tarumanegara
A.PROFIL KERAJAAN TARUMANEGARA
![]() |
Daerah Kekuasaan Kerajaan
Tarumanegara
|
Kerajaan Tarumanegara daerah wilayah
kekuasaannya adalah sebagian Propinsi Jawa Barat.Pada saat Raja Punawarman
daerah kekuasaannya adalah dari Timur ialah Bekasi sampai Banten Selatan
di Barat.Arti nama dari Tarumanegara berasal dari kata Tarum(Nila); Ci(Sungai).Punawarman
(Rja ke-3 Tarumanegara) membangun ibukota dekat pantai (397 M) bernama
Sundapura. Punawarman beragama Hindu Waisnawa (aliran pemuja Dewa Wisnu)
Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan yang
besar,sehingga banyak didatangi oleh pedagang Cina atau utusan dari Cina
seperti Fa Hein yang mengatakan “Abad 7, agama di Tarumanegara :
Hindu,Budha,animisme,dinanisme” lalu ada Utusan dinasti Sui,datang dari
To-lo-mo di sebelah selatan (528-535 M) dan utusan Dinasti Tang satang dari
To-lo-mo (666-669 M).Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara belum diketahui
pasti,kemungkinan besar ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.
B.RAJA-RAJA KERAJAAN TARUMANEGARA
Berikut daftar raja-raja Kerajaan
Tarumanegara:
-Rajadirajaguru Jayasingawarman
-Dharmayawarman
-Purnawarman
-Wisnuwarman
-Indrawarman
-Candrawarman
-Suryawarman
-Kertawarman
-Hariwangsawarman
-Sudhawarman
-Ngajayawarman
-Linggawarman
C.PENINGGALAN KERAJAAN TARUMANEGARA
1.Prasasti Tugu
Prasasti Tugu
|
-Prasati Tugu berisikan pada Tahun 417 M
“Punawarman memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang
6112 Tombak(11 km)”
-Berada di Daerah Tugu,Kecamatan
Cilincing,Jakarta Utara
-Berbentuk bulat panjang melingkar dan isinya
paling panjang
-Menurut Purwacaraka,Candrabaga diartikan
sebagai kali Bekasi
-Anasir penanggalan (tidak lengkap) , Phalguna
(Februari), Caitra (April)
-Selametan Brahmana serta kurban 1000 ekor
sapi.
2.Prasasti Ciaruteun(Ciampea)
![]() |
Prasasti Ciaruteun
|
-Huruf Pallawa dan bahasa sanksekerta
-Dekat sungai Cisadene,Bogor
-Ditulis dalam 4 baris bentuk Sloka mestrum
Anustubh
-Lukisan seperti laba-laba
-Sepanjang telapak kaki Raja Punawarman
-Melambangkan kekuasaan di daerah tersebut dan
diibaratkan Dewa Wisnu
3.Prasasti Jambu(Koleangkak)
Prasasti Jambu
|
-Koleangkak,perkebunan Jambu,30 km barat Bogor
-Huruf pallawa bahasa sanksekerta
-Telapak kaki Mulawarman
4.Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi
|
-Kampung Muara Hilir kecamataan
Cibungbulang,Bogor
-Telapak kaki gajah,disamarkan telapak kaki
gajah Airawata tumpangan Dewa Wisnu
5.Prasasti Cidanghiang(Munjul/Lebak)
-Tepi sungai Cidanghiang,Kecamatan
Munjul,Kabupaten Pandeglang,Banten
-Ditemukan tahun 1947
-Berisi 2 baris puisi yang mengagungkan Punawarman
6.Prasasti Pasir Awi
-Berada di puncak perbukitan Pasir Awi
7.Prasasti Muara Cianteun
-Ditemukan di Bogor
-Aksara ikal belum dapat dibaca
-Terdapat lukisan telapak kaki
RANGKUMAN
KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya
v Lokasi
Kerajaan Sriwijaya
Di wilayah Sumatera bagian selatan,
Pusat pemerintahannya kemungkinan besar di sekitar `Palembang, Sumatera,
meskipun ada pendapat lain yangmenyebutkan Ligor di Semenanjung malaya sebagai
pusatnya.
v Faktor
Pendorong Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
1. Letaknya
yang strategis
2. Kemajuan
kegiatan perdagangannya.
3. Keruntuhan
Kerajaan Funan di Vietnam Selatan memberikan kesempatan bagi perkembangan
Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke- 6 dipegang
oleh kerajaan Funan.
4. Memiliki
armada laut yang kuat
5. Melayani
distribusi ke berbagai wilayah nusantara
v Sumber
Sejarah
1. Berita
Asing yaitu Berita Cina, Berita Arab, Dan Berita India
2. Dari
dalam negeri berwujud prasasti yaitu prasasti kedukan bukit, prasasti talang
tuo ,prasasti kota kapur ,prasasti telaga batu, prasastikarang berahi dan
prasasti ligor
v Kehidupan
Politik
Menurut sejarah kerajaan sriwijaya
merupakan kerajaan yang megah dan jaya dimasa lampau. Raja raja yang pernah
memerintah adalah :
1. Dapunta
Hyang Srijayanegara
2. Dharmasetu
3. Balaputradewa
4. Cudamani
Warmadewa
5. Sanggrama
Wijaya Tunggawarman
Kerajaan Sriwijaya ternyata
menjalankan Politik Ekspansif ( perluasankekuasaan). Pada abad ke-9 Raja
Balaputradewa dapat memperluas wilayah Sriwijaya. Wilayah itu meliputi Sumatra,
Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka,Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand
Selatan.
v Pengaruh
Budaya
Sriwijaya terkenal dengan kerajaan
budha terbesar yang bermula dari pembangunan wihara di Nalanda yang di
terangkan dalam prasasti Nalanda selain itu Menurut I-tsing, agama Budha
semakin berkembang di Sriwijaya ketika banyak pendeta dari negeri Cina dan
India berdatangan ke Sriwijaya. Namun Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi
budaya India , pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudiana diikuti pula oleh
agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi.
Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana.
v Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya
menjadi pengendali jalurperdagangan antara India dan Tiongkok, yakni
denganpenguasaan atas selat Malaka dan selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa
Sriwijaya memiliki aneka komoditiseperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
pala, kepulaga, gading,emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya
raja-raja diIndia. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan
Sriwijayamembeli kesetiaan dari vassal-vassalnya di seluruh Asia Tenggara
v Keadaan
masyarakat
Karena kerajaan sriwijaya
dipengaruhi oleh agama budhamaka kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaranya
selain itumasyarakat juga menjali hubungan dengan kerajaan lain. Agama Buddha
yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya
yang terkenal ialah Dharmakirti.
v Kehidupan
Ekonomi
Menurut catatan asing, Bumi
Sriwijaya menghasilkan bumibeberapa diantaranya, yaitu cengkeh, kapulaga, pala,
lada,pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus,gading,timah, emas, perak,
kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual
atau dibarter dengan kainkatu, sutera dan porselen melalui relasi dagangnya
dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.
v Mundurnya
Kerajaan Sriwijaya
Faktor Politik Kedudukan Kerajaan
Sriwijaya makin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga
memiliki kepentingan dalamdunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah
utara. Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal
ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Kerajaan Siam memperluas
kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah diSemenanjung
Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam
kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di
Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
v Sebab-sebab
keruntuhan kerajaan Sriwijaya :
· Kebesaran
Kerajaan Sriwijaya mulai surut sejak abad ke-11. Kemunduranitu bermula dari
serangan besar – besaran yang dilancarkan Kerajaan Cola(India) di bawah
pimpinan Raja Rajendra Coladewa pada tahun 1017 dantahun 1025. Perisitiwa
serangan Kerajaan Cola dapat diketahui dari prasasti Tanjore ( 1030 )
· Pada
saat tahun 990 M Kerajaan Sriwijaya diserang oleh raja Dharmawangsa dari P.
Jawa
· Banyak
daerah atau kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri
·
Pernah diserang oleh raja Rajendra
Coladewa dari Colamandala India dua kali, yaitu tahun 1025 M dan 1030 M
· Adanya
ekspedisi Pamalayu dari kerajaan Singasari pada tahun 1275 M
· Muncul
dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
·
Serangan kerajaan Majapahit dipimpin
Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya
menjadi taklukkan Majapahit Terjadinya serangan dari kerajaan Majapahit pada
tahun 1477M Pada sekitar pertengahan abad ke-14, nama Sriwijaya sudah tidak
pernah lagi disebut – sebut dalam sumber sejarah. Kerajaan Sriwijaya benar –
benar runtuh akibat serangan Kerajaan Majapahit dari Jawa.
v Peninggalan
Prasasti-Prasasti Sriwijaya Dengan
Huruf Palawa Dan Bahasa Melayu Kuno
1. Prasasti
Kedukan Bukit : Berangka tahun 605 Śaka (=683 Masehi)l Menceritakan
perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dengan perahu.l Berangkat
dari Minãngtãmwan dengan 20.000 orang tentara.lIa menaklukkan beberapa daerah.
2. Prasasti
Talang Tuwo : Berangka tahun 684 Masehi berisi
tantang pembuatan tamanl(dekat
Palembang)Śriksetra
atas perintah Dapunta Hyang Śri
Jayanaşa
untuk kemakmuran semua makhluk.
3. Prasasti
Kota Kapur : temuan arkeologi prasasti Sriw
ijaya yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan
menurut tempat penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama
"Kotakapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa
dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis
tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada
bulan Desember 1892.l13.
(dari Kotakapur, Bangka)
4. Prasasti
Telaga Batu : Berisi kutukan- kutukan yang seram
terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap raja.lTidak berangka
tahunl(dekat
Palembang)
5. Prasasti
Karang Birahi : Sementara itu sang raja juga
berusaha menaklukkan “bhumi jawa” atau Tarumanegara.l Berdasarkan
kedua prasasti itu dapat disimpulkan bahwa daerah Bangka dan daerah Maringin
(Melayu) telah ditaklukkan oleh Sriwijaya.l Isi kedua prasasti itu juga hampir
sama, yaitu permintaan kepada dewa yang menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum
setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.l Berangka tahun
sama yaitu 686 Masehi.l(dari
daerah Jambi hulu)
6. Prasasti
Ligor : (dari Thailand) Ada 2
penafsiran, Dari manuskrip Ligor A ini berisikan berita tentang
raja Sriwijaya, raja dari segala raja yang ada di dunia, yang mendirikan
Trisamaya caitya untuk Kajara, Sedangkan dari manuskrip Ligor B berangka
tahun 775, berisikan berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri Maharaja, dari
keluarga Śailendravamśa serta dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana (pembunuh musuh-musuh yang sombong tidak
bersisa).
7. Prasasti
palas pasemah : Prasasti ini telah diketahui
keberadaannya pada tahun 1958, di Desa Palas Pasemah dekat Kalianda Kabupaten
Lampung Selatan. Prasasti ini ditulis dalam 13 baris, berhuruf Pallawa dan
Bahasa Melayu Kuno. Isinya hamper sama dengan isi prasasti Karang Brahi dari
Daerah Jambi, Prasasti Kota Kapur dari Bangka dan Prasasti Bungkuk dari Daerah
Lampung Timur, yang berisi kutukan yang tidak patuh dan tunduk kepada penguasa
Sriwijaya. Prasasti ini tidak berangka tahun, namun berdasarkan Paleografinya
dapat pada akhir abad ke 7
8. Prasasti
nalanda : Prasasti Nalanda menceritakan
tentang kisah Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja Balaputradewa adalah
cucu seorang raja Jawa yang dijuluki Wirawairimath ana(penumpas musuh perwira).
Julukan kakeknya ini mirip dengan Wairiwarawimarda na alias Dharanindradalam
prasasti Kelurak . Dengan kata lain, Balaputradewa merupakan cucu Dharanindra.
9. Prasasti
siddhayatra : Beberapa prasasti siddhayatra abad
ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual budha untuk memberkati
peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja
Sriwijaya untuk rakyatnya. menceritakan perjalanan sucinya mengalap berkah dan
menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia berkuasa sekitar perempat
terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya antara kurun 671 masehi
hingga 702 masehi
Candi peninggalan Kerajaan
Sriwijaya
· Candi
Muara Takus : di Riau, dengan asumsi petunjuk arah perjalanan
dalam catatan I Tsing, serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang
pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni
fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang
dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang
terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra
Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram
(Kedah sekarang)
KERAJAAN MATARAM KUNO DAN
PERKEMBANGANNYA
A.
Latar Belakang
Kerajaan Mataram kuno adalah kerajaan zaman hindu yang banyak meninggalkan sejarah melalui prasasti yang ditemukan. Sejak abad 10 kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dari pemerintahan Mpu Sindok yang kemudian di gantikan oleh Sri Lokapala. Selanjutnya adalah Makuthawangsa Wardhana, terakhir adalah Dharmawangsa Teguh sebagai penutup Kerajaan Mataram Kuno atau medang.
Secara umun kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin oleh 3 dinasti yang pernah berkuasa pada waktu itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isyana. Wangsa Isyana merupakan dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno setelah berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Pendiri dari dinasti Isyana adalah Mpu Sindok, baru membangun kerajaannya di Tamwlang tahun 929. Kerajaan yang didirikan Mpu Sindok merupakan lanjutan dari kerajaan mataram.Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluas hingga ke Jawa Timur.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal berdirinya kerajaan mataram kuno?
2. Bagaimana tatanan birokasi kerajaan mataram kuno?
3. Bagaimana Aspek Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan Hindu-Buddha?
Kerajaan Mataram kuno adalah kerajaan zaman hindu yang banyak meninggalkan sejarah melalui prasasti yang ditemukan. Sejak abad 10 kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dari pemerintahan Mpu Sindok yang kemudian di gantikan oleh Sri Lokapala. Selanjutnya adalah Makuthawangsa Wardhana, terakhir adalah Dharmawangsa Teguh sebagai penutup Kerajaan Mataram Kuno atau medang.
Secara umun kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin oleh 3 dinasti yang pernah berkuasa pada waktu itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isyana. Wangsa Isyana merupakan dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno setelah berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Pendiri dari dinasti Isyana adalah Mpu Sindok, baru membangun kerajaannya di Tamwlang tahun 929. Kerajaan yang didirikan Mpu Sindok merupakan lanjutan dari kerajaan mataram.Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluas hingga ke Jawa Timur.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal berdirinya kerajaan mataram kuno?
2. Bagaimana tatanan birokasi kerajaan mataram kuno?
3. Bagaimana Aspek Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan Hindu-Buddha?
A.
Awal Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada tahun 732 masehi. Kerajaan ini berdiri di desa Canggal (sebelah barat Magelang). Pada saat itu didirikan sebuah Lingga (lambang siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja yang didirikan oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau mulia, Jawadwipa yang dimana daerah ini merupakan daerah yang kaya raya akan hasil bumi terutama padi dan emas sehingga di masa selanjutnya kerajaan ini banyak melakukan hubungan dagang dengan daerah lain.
B. Tatanan Birokasi Kerajaan Mataram Kuno
Selama 178 tahun berdiri, kerajaan mataram kuno dipimpin oleh raja-raja yang sebagian terkenal dengan keberanian, kebijaksanaan dan sikap toleransi terhadap agama lain.
Adapun raja-raja yang sempat memerintah kerajaan Mataram Kuno antara lain:
a. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
b. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
c. Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
d. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
e. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
f. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M)
g. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M)
h. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M)
i. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M)
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai seorang raja yang besar, gagah berani dan bijaksana serta sangat toleran terhadap agama lain. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya. Ketika Rakai Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.
Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha dan Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung. Pada masa pemerintahan Rakai garung pembangunan kompleks candi dilanjutkan di Jawa Tengah bagian utara terutama di sekitar pegunungan Dieng. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya kompleks bangunan candi Hindu di dataran tinggi Dieng, seperti candi Semar, candi Srikandi, candi Punta dewa, candi Arjuna dan candi Sembadra. Selain itu di bangun pula kompleks candi Gedong Sanga yang terletak di sebelah kota Semarang sekarang.
Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat kecakapan dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali. Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara keluarga kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak terjadi perang saudara.
Saat Rakai Kayuwangi meninggal ia digantikan oleh Rakai Watuhumalang. Rakai Watuhumalang berhasil melanjutkan pembangunan Candi Prambanan. Kemudian setelah Rakai Watuhumalang meninggal ia digatikan oleh Rakai Watukura Dyah Balitung. Pada masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung dikenal 3 jabatan penting, yaitu rakryan i hino (pejabat tinggi sesudah raja), rarkyan i halu dan rarkyan i sirikan. Ketiganya merupakan tritunggal. Dyah Balitung memerintah sampai tahun 910 M dan meninggalkan banyak prasasti (20 buah). Ada prasasti yang menyebutkan bahwa Raja Balitung pernah menyerang Bantan (Bali). Setelah Rakai Watukura Dyah Balitung wafat ia digantikan oleh Daksa dengan gelar Sri Maharaja Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya. Sebelumnya ia menjabat sebagai rakryan i hino. Ia memerintah dari tahun 913-919 M. Pada masa pemerintahan Raja Daksa inilah pembangunan Candi Prambanan berhasil diselesaikan. Pada tahun 919 M Daksa digantikan oleh Tulodhong yang bergelar Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodhong Sri Sajanasanmattanuragatunggadewa. Masa pemerintahan Tulodhong sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang menonjol.
Pengganti Tulodhong adalah Wawa. Ia naik tahta pada tahun 924 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wajayalokanamottungga. Sri Baginda dibantu oleh Empu Sindok Sri Isanawikrama yang berkedudukan sebagai Mahamantri i hino.
C. Sumber-Sumber Prasasti
Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai sekarang. Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram tersebut yaitu antara lain:
a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 723M dalam bentuk Candrasagkele. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanne kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanne).
b. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Bangunan suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta.
c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.
d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.
D. Sumber berupa Candi
Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara. Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan juga banyak ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.
Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, maka dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini.
E. Aspek Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti Canggal. Tetapi setelah perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra. Menurut para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah dan memiliki hubungan yang erat, hal ini sesuai dengan prasasti Kalasan. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih.
Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad 8-9 yang bercorak Hindu yang terletak di Jateng bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jateng selatan , untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa kekuasaan dinasti Sanjaya di Jateng bagian utara, dan kekuasaan dinasti Syaelendra di Jateng selatan. Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramudyawardani yang bergelar Sri Kahulunan. Pramudyawardani tersebut adalah putri dari Samaratungga. Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramudyawardani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, maka menyingkir ke Sumatera menjadi raja Sriwijaya. Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa.
Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad 10, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok. Dengan adanya perpindahan kekuasaan dari Jateng ke Jatim oleh Mpu Sendok, maka Mpu Sendok mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Isyana dengan kerajaannya adalah Medang Mataram. Berdasarkan prasasti Calcuta, maka silsilah raja-raja yang memerintah di kerajaan Medang Mataram dapat diketahui.
Pada tahun 1017 M kerajaan Medang pada masa Dharmawangsa mengalami pralaya/kehancuran akibat serangan dari Wurawari dan yang berhasil meloloskan diri dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun 1023 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja Medang menggantikan Dharmawangsa. Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta. Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 1041 Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggala dan Panjalu. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran.
F. Aspek Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
G. Aspek Kehidupan Ekonomi
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarnya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
H. Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
I. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Kemunduran kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
1) Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar,
2) Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi,
3) Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir Sungai Brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini dianggap sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal ini mengacu pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan mempunyai akses pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu kemudian dikenal dengan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur atau Kerajaan Medang Kawulan.
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada tahun 732 masehi. Kerajaan ini berdiri di desa Canggal (sebelah barat Magelang). Pada saat itu didirikan sebuah Lingga (lambang siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja yang didirikan oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau mulia, Jawadwipa yang dimana daerah ini merupakan daerah yang kaya raya akan hasil bumi terutama padi dan emas sehingga di masa selanjutnya kerajaan ini banyak melakukan hubungan dagang dengan daerah lain.
B. Tatanan Birokasi Kerajaan Mataram Kuno
Selama 178 tahun berdiri, kerajaan mataram kuno dipimpin oleh raja-raja yang sebagian terkenal dengan keberanian, kebijaksanaan dan sikap toleransi terhadap agama lain.
Adapun raja-raja yang sempat memerintah kerajaan Mataram Kuno antara lain:
a. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
b. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
c. Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
d. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
e. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
f. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M)
g. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M)
h. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M)
i. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M)
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai seorang raja yang besar, gagah berani dan bijaksana serta sangat toleran terhadap agama lain. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya. Ketika Rakai Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.
Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha dan Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung. Pada masa pemerintahan Rakai garung pembangunan kompleks candi dilanjutkan di Jawa Tengah bagian utara terutama di sekitar pegunungan Dieng. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya kompleks bangunan candi Hindu di dataran tinggi Dieng, seperti candi Semar, candi Srikandi, candi Punta dewa, candi Arjuna dan candi Sembadra. Selain itu di bangun pula kompleks candi Gedong Sanga yang terletak di sebelah kota Semarang sekarang.
Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat kecakapan dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali. Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara keluarga kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak terjadi perang saudara.
Saat Rakai Kayuwangi meninggal ia digantikan oleh Rakai Watuhumalang. Rakai Watuhumalang berhasil melanjutkan pembangunan Candi Prambanan. Kemudian setelah Rakai Watuhumalang meninggal ia digatikan oleh Rakai Watukura Dyah Balitung. Pada masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung dikenal 3 jabatan penting, yaitu rakryan i hino (pejabat tinggi sesudah raja), rarkyan i halu dan rarkyan i sirikan. Ketiganya merupakan tritunggal. Dyah Balitung memerintah sampai tahun 910 M dan meninggalkan banyak prasasti (20 buah). Ada prasasti yang menyebutkan bahwa Raja Balitung pernah menyerang Bantan (Bali). Setelah Rakai Watukura Dyah Balitung wafat ia digantikan oleh Daksa dengan gelar Sri Maharaja Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya. Sebelumnya ia menjabat sebagai rakryan i hino. Ia memerintah dari tahun 913-919 M. Pada masa pemerintahan Raja Daksa inilah pembangunan Candi Prambanan berhasil diselesaikan. Pada tahun 919 M Daksa digantikan oleh Tulodhong yang bergelar Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodhong Sri Sajanasanmattanuragatunggadewa. Masa pemerintahan Tulodhong sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang menonjol.
Pengganti Tulodhong adalah Wawa. Ia naik tahta pada tahun 924 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wajayalokanamottungga. Sri Baginda dibantu oleh Empu Sindok Sri Isanawikrama yang berkedudukan sebagai Mahamantri i hino.
C. Sumber-Sumber Prasasti
Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai sekarang. Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram tersebut yaitu antara lain:
a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 723M dalam bentuk Candrasagkele. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanne kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanne).
b. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Bangunan suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta.
c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.
d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.
D. Sumber berupa Candi
Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara. Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan juga banyak ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.
Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, maka dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini.
E. Aspek Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti Canggal. Tetapi setelah perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra. Menurut para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah dan memiliki hubungan yang erat, hal ini sesuai dengan prasasti Kalasan. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih.
Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad 8-9 yang bercorak Hindu yang terletak di Jateng bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jateng selatan , untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa kekuasaan dinasti Sanjaya di Jateng bagian utara, dan kekuasaan dinasti Syaelendra di Jateng selatan. Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramudyawardani yang bergelar Sri Kahulunan. Pramudyawardani tersebut adalah putri dari Samaratungga. Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramudyawardani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, maka menyingkir ke Sumatera menjadi raja Sriwijaya. Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa.
Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad 10, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok. Dengan adanya perpindahan kekuasaan dari Jateng ke Jatim oleh Mpu Sendok, maka Mpu Sendok mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Isyana dengan kerajaannya adalah Medang Mataram. Berdasarkan prasasti Calcuta, maka silsilah raja-raja yang memerintah di kerajaan Medang Mataram dapat diketahui.
Pada tahun 1017 M kerajaan Medang pada masa Dharmawangsa mengalami pralaya/kehancuran akibat serangan dari Wurawari dan yang berhasil meloloskan diri dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun 1023 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja Medang menggantikan Dharmawangsa. Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta. Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 1041 Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggala dan Panjalu. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran.
F. Aspek Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
G. Aspek Kehidupan Ekonomi
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarnya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
H. Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
I. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Kemunduran kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
1) Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar,
2) Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi,
3) Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir Sungai Brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini dianggap sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal ini mengacu pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan mempunyai akses pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu kemudian dikenal dengan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur atau Kerajaan Medang Kawulan.
A. Kesimpulan
Kerajaan mataram kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada tahun 732 masehi.Kerajaan ini berdiri di desa Canggal (sebelah barat Magelang). Pada saat itu didirikansebuah Lingga (lambang siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja yangdidirikan oleh Raja Sanjaya. Adapun raja-raja yang sempat memerintah kerajaan Mataram Kuno antara lain: 1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M) 2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M) 3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M) 4. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M) 5. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M) 6. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M) 7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M) 8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M) 9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M) Ada beberapa aspek kehidupan yang mengalami perkembangan dalam kerajaan Mataram Kuno, antara lain: 1. Aspek Kehidupan Politik 2. Aspek Kehidupan Sosial 3. Aspek Kehidupan Ekonomi 4. Aspek Kehidupan Budaya Hindu-Buddha.
RANGKUMAN
KERAJAAN KALINGGA
Kerajaan Kalingga
v Keberadaan
Kerajaan
Keberadaan Kerajaan Kalingga
diketahui dari laporan bangsa China pada masa Dinasti Tang. Menurut laporan
itu, pada pertengahan abad ke-7 terdapat keajaan bernama Holing atau Kalingga
di daerah Jawa Tengah.
Apabila melihat dari namanya,
Kerajaan Kalingga kemungkinan didirikan oleh sekelompok orang India yang
mengungsi dari sebelah timur India ke Nusantara.
· Dugaan
ini didasarkan pada laporan tentang penghancuran daerah Kalingga di India Raja
Harsja. Orang Kalingga yang tersisa melarikan keluar negeri.
· Laporan
dari China itu mengungkapkan bahwa ibukota Kalingga dikelilingi oleh pagar
kayu.
· Penguasa
Kalingga tinggal di sebuah istana bertinggat dua dan duduk diatas singgasana
yang terbuat dari gading Kerajaan Kalingga kerap mengirim utusan untuk
mempersembahkan upeti kepada Kaisar Cina.
· Pada
tahun 813, utusan Kalingga antara lain mempersembahkan empat budak dan burung
kaktua dan bulu aneka warna yang disebut burung p’in-chia.
· Dikabarkan
bahwa Kaisar Cina sangat senanng dengan utusan tersebut sehingga memberikanya
gelar kehormatan.
v Pemerintahan
Ratu Shima
Penguasa Kalingga yang terkenal
adalah Ratu Sima, yang memerintah di akhir abad ke-7. Sekalipun pemerintahanya
sangat keras, Ratu Sima dikenal sebagai ratu yang adil dan bijaksana.
Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan
hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada
suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran
rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya
ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya.
Hingga tiga tahun kemudian
kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi
menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya, dewan menteri
memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah
yang menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman
dipotong kakinya.
v Carita
Parahyangan
Berasal dari abad ke-16, putri
Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota kerajaan Galuh yang
bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang
bernama Sahana yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu
Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjata yang
kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di
tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga
Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan
Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya
kepada putranya dari Teja kencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias
Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga,
Raja Kalingga Selatan atau Bumisambara, dan memiliki putra yaitu Rakai
Panangkara.
Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-
ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah.
Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari
negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan
Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu,
bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya.
Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan
Sriwijaya-Buddha.
v Peninggalan
Prasasti peninggalan Kerajaan
Kalingga adalah
1. Prasasti
Tukmas : Prasasti ini ditemukan di ditemukan di lereng barat
Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang
di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti
menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari
sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu
ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bun ga
teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa
Hindu.
2. Prasasti
Sojomerto : Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomert o,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan
berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini
bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya,
Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati,
sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh
yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa
Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Candi peninggalan Kerajaan Kalingga
adalah
1. Candi
Angin : Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan
Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
2. Candi
Bubrah : Candi Bubrah ditemukan di
Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kedua temuan prasasti ini
menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan
yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan
dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa
Tengah Selatan.